Ooo ... mate colli
Mate colli'ni warue
Ritoto baja-baja alla
Ritoto baja-baja alla
Nariyala kembongeng
Ooo ...Macilaka
Macilakani kembongeng
Nappai ribala-bala alla
Nappai ribala-bala alla
Namate Puwangna
Ooo ...Taroni mate
Taroni mate Puwangna
Iyapa upettu rennu alla
Iyapa upettu rennu alla
Usapupi mesana
Berikut Kisah Terciptanya lagu Ongkona
Bone
Akhirnya Arumpone La Pawawoi Karaeng
Perang, banyak meninggalkan kenangan
Tak percaya begitu saja akan berita itu, sang
Ooo, mate colli', mate colli'ni warue
(oh, layulah, telah layu pohon waru)
Pesan lain didalam lagu ini adalah
Ongkona Bone : Kenangan Perang Bone
Perang Bone pada tahun 1905, disebut
Perang Bone pada tahun 1905, disebut
Rumpa'na Bone, merupakan perang yang
berkecamuk antara Kerajaan Bone yang
saat itu dipimpin oleh Raja Bone XXXI,
La Pawawoi Karaeng Sigeri, melawan
tentara Belanda yang dikomandoi Kolonel
Van Loenen. Bone diserang oleh tentara
Belanda pada tanggal 30 Juli 1905 dan
Arumpone mengungsi ke Pasempe. Tanggal
2 Agustus 1905, tentara Belanda menyerbu
ke Pasempe, akan tetapi Arumpone dengan
laskar dan keluarganya telah meninggalkan
Pasempe dan mengungsi ke Lamuru dan
selanjutnya ke Citta. Dalam bulan
September 1905 M. Arumpone dengan
rombongannya tiba di Pitumpanuwa Wajo.
Tentara Belanda tetap mengikuti jejaknya
dan pada tanggal 18 November 1905
bertemu laskar pemberani Arumpone.
Pada saat itu, Panglima Perang
Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta
PonggawaE, yang juga putra Arumpone,
gugur terkena peluru Belanda. Melihat
putranya gugur, ia berucap : "Rumpa’ni
Bone !", artinya "Pertahanan Bone telah
hancur !".
Akhirnya Arumpone La Pawawoi Karaeng
Sigeri memilih untuk menyerah dengan
pertimbangan kondisi laskar yang semakin
menurun. Arumpone ditangkap dan dibawa
ke Parepare, selanjutnya ke Makassar. Dari
Makassar, Karaeng Sigeri diasingkan ke
Bandung. Sepeninggal La Pawawoi Karaeng
Sigeri, pemerintahan di Bone hanya
dilaksanakan oleh Hadat Tujuh Bone,
sehingga selama 26 tahun tidak ada
Mangka'u di Bone.
Namun perlawanan rakyat Bone tidak
Namun perlawanan rakyat Bone tidak
terhenti, karena dengan perlawanan ini
seluruh kerajaan yang ada di Sulawesi
Selatan pada waktu itu, bersatu melawan
Belanda. Adapun La Pawawoi Karaeng
Sigeri yang pada mulanya diasingkan di
Bandung, akhirnya dipindahkan ke Jakarta.
Pada tanggal 11 November 1911, La
Pawawoi Karaeng Sigeri meninggal dunia di
Jakarta, dan diberi gelar MatinroE ri
Jakarta. Pada tahun 1976, La Pawawoi
Karaeng Sigeri MatinroE ri Jakarta
dianugrahi gelar sebagai Pahlawan
Nasional, dan kerangka jenazahnya
dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan
Kalibata.
Perang, banyak meninggalkan kenangan
pahit, baik bagi isteri yang ditinggalkan
maupun sanak keluarga. Tersebutlah kisah,
ketika perang Bone itu berkecamuk, seorang
isteri melepas sang suami berangkat ke
medan juang untuk mempertahankan
Tanah Bone dari serangan armada laut
Belanda. Sebagai seorang laskar Kerajaan
Bone, sang suami berkewajiban
mempertahankan Tanah Bone sejengkal
demi sejengkal hingga titik darah
penghabisan. Dengan iringan doa restu sang
isteri, berangkatlah sang suami untuk
bertempur melawan tentara Belanda di
pantai Bajo-e. Setelah pertempuran
berkecamuk selama tujuh hari tujuh
malam, terdengarlah kabar bahwa sang
laskar telah gugur.
Tak percaya begitu saja akan berita itu, sang
isteri pun pergi mencari suaminya. Tak
peduli siang atau malam, ia tetap berjalan,
mencari dimana suaminya berada. Didalam
perjalanannya, ketika sang isteri
beristirahat dibawah sebuah pohon waru
yang tumbuh dipematang sawah, ia pun
bersenandung untuk menghibur diri dan
merenungkan nasibnya :
Ooo, mate colli', mate colli'ni warue
(oh, layulah, telah layu pohon waru)
ritotto' baja-baja alla, ritotto' baja-baja alla
(karena setiap hari dipangkas, setiap
(karena setiap hari dipangkas, setiap
hari dipangkas)
nariala kembo'ngeng
(untuk dijadikan penggulung rambut)
Ooo, macilaka, macilakana kembo'ngeng
(oh, celaka, celakanya penggulung rambut )
(oh, celaka, celakanya penggulung rambut )
nappai ribala-bala alla, nappai ribala-bala
(belum lama rambut ini tertata,
(belum lama rambut ini tertata,
belum lama tertata)
namate puangna
(ketika paduka tiada)
Ooo, taroni mate, taroni mate puangna
(oh, biarlah tiada, biarlah paduka tiada)
iyapa upettu rennu alla, iyapa upettu rennu
(saat kutemukan bahagia, saat
(ketika paduka tiada)
Ooo, taroni mate, taroni mate puangna
(oh, biarlah tiada, biarlah paduka tiada)
iyapa upettu rennu alla, iyapa upettu rennu
(saat kutemukan bahagia, saat
ketemukan bahagia)
kucapu'pi mesa'na
(ketika kuusap batu nisannya)
Bait-bait syair lagu tersebut diatas, dikenal
kucapu'pi mesa'na
(ketika kuusap batu nisannya)
Bait-bait syair lagu tersebut diatas, dikenal
dengan Ongkona Arumpone(sekarang judul
berubah menjadi Ongkona Bone). Tidak
diketahui siapa yang menciptakan syair-
syair yang juga dilantunkan sebagai lagu
dengan berbagai variasi, namun ia
merupakan pesan yang dituturkan secara
turun-temurun dikalangan masyarakat
Bugis. Selain dijadikan sebagai lagu
pengantar tidur, syair tersebut sarat dengan
makna dan pesan serta merupakan
ungkapan cipta, rasa dan karsa.
Pada bait-bait lagu menceritakan bahwa
Pada bait-bait lagu menceritakan bahwa
sang isteri menggulung rambutnya agar
menjadi indah sebagai hadiah bagi sang
suami jika kembali dengan selamat dari
medan pertempuran. Akan tetapi, pohon
waru menjadi layu dan mati karena setiap
hari dipangkas untuk dijadikan sebagai
penggulung rambut, padahal rambutnya
baru mulai terbentuk. Ini merupakan
ungkapan kecintaan sang isteri atas
pengorbanan sang suami yang menjawab
panggilan tugas demi baktinya kepada Ibu
Pertiwi. Bahwa setiap perjuangan
memerlukan pengorbanan baik jiwa, raga,
dan materi. Membela kepentingan umum
walau pahit dan getir, lebih mulia
dibanding kepentingan pribadi.
Pesan lain didalam lagu ini adalah
janganlah langsung percaya atas berita atau
informasi yang masih kabur. Matinya
pohon waru digambarkan sebagai sebuah
pertanda bahwa sang suami telah gugur
dalam peperangan. Namun sang isteri tetap
bersemangat, menanamkan didalam
hatinya, bahwa sang suami belumlah gugur,
kecuali bila ia telah memegang dan
mengusap batu nisannya.