Kumpulan Lirik Lagu Lagu Bugis Tradisional

Lirik Lagu Ongkona Bone Dan Sejarah Lagu Ongkona Bone

by Yushan , at February 06, 2016
Ongkona Bone

Ooo ... mate colli
Mate colli'ni warue
Ritoto baja-baja alla
Ritoto baja-baja alla
Nariyala kembongeng
 
         Ooo ...Macilaka
         Macilakani kembongeng
         Nappai ribala-bala alla
         Nappai ribala-bala alla
         Namate Puwangna

Ooo ...Taroni mate
Taroni mate Puwangna
Iyapa upettu rennu alla
Iyapa upettu rennu alla
Usapupi mesana


Berikut Kisah Terciptanya lagu Ongkona 
Bone

Ongkona Bone : Kenangan Perang Bone


Perang Bone pada tahun 1905, disebut 
Rumpa'na Bone, merupakan perang yang 
berkecamuk antara Kerajaan Bone yang 
saat itu dipimpin oleh Raja Bone XXXI, 
La Pawawoi Karaeng Sigeri, melawan 
tentara Belanda yang dikomandoi Kolonel 
Van Loenen. Bone diserang oleh tentara 
Belanda pada tanggal 30 Juli 1905 dan 
Arumpone mengungsi ke Pasempe. Tanggal 
2 Agustus 1905, tentara Belanda menyerbu 
ke Pasempe, akan tetapi Arumpone dengan 
laskar dan keluarganya telah meninggalkan 
Pasempe dan mengungsi ke Lamuru dan 
selanjutnya ke Citta. Dalam bulan 
September 1905 M. Arumpone dengan 
rombongannya tiba di Pitumpanuwa Wajo. 
Tentara Belanda tetap mengikuti jejaknya 
dan pada tanggal 18 November 1905 
bertemu laskar pemberani Arumpone. 
Pada saat itu, Panglima Perang 
Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta 
PonggawaE, yang juga putra Arumpone, 
gugur terkena peluru Belanda. Melihat 
putranya gugur, ia berucap : "Rumpa’ni 
Bone !", artinya "Pertahanan Bone telah 
hancur !". 


Akhirnya Arumpone La Pawawoi Karaeng 
Sigeri memilih untuk menyerah dengan 
pertimbangan kondisi laskar yang semakin 
menurun. Arumpone ditangkap dan dibawa 
ke Parepare, selanjutnya ke Makassar. Dari 
Makassar, Karaeng Sigeri diasingkan ke 
Bandung. Sepeninggal La Pawawoi Karaeng 
Sigeri, pemerintahan di Bone hanya 
dilaksanakan oleh Hadat Tujuh Bone, 
sehingga selama 26 tahun tidak ada 
Mangka'u di Bone.



Namun perlawanan rakyat Bone tidak 
terhenti, karena dengan perlawanan ini 
seluruh kerajaan yang ada di Sulawesi 
Selatan pada waktu itu, bersatu melawan 
Belanda. Adapun La Pawawoi Karaeng 
Sigeri yang pada mulanya diasingkan di 
Bandung, akhirnya dipindahkan ke Jakarta. 
Pada tanggal 11 November 1911, La 
Pawawoi Karaeng Sigeri meninggal dunia di 
Jakarta, dan diberi gelar MatinroE ri 
Jakarta. Pada tahun 1976, La Pawawoi 
Karaeng Sigeri MatinroE ri Jakarta 
dianugrahi gelar sebagai Pahlawan 
Nasional, dan kerangka jenazahnya 
dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan 
Kalibata. 

Perang, banyak meninggalkan kenangan 
pahit, baik bagi isteri yang ditinggalkan 
maupun sanak keluarga. Tersebutlah kisah, 
ketika perang Bone itu berkecamuk, seorang 
isteri melepas sang suami berangkat ke 
medan juang untuk mempertahankan 
Tanah Bone dari serangan armada laut 
Belanda. Sebagai seorang laskar Kerajaan 
Bone, sang suami berkewajiban 
mempertahankan Tanah Bone sejengkal 
demi sejengkal hingga titik darah 
penghabisan. Dengan iringan doa restu sang 
isteri, berangkatlah sang suami untuk 
bertempur melawan tentara Belanda di 
pantai Bajo-e. Setelah pertempuran 
berkecamuk selama tujuh hari tujuh 
malam, terdengarlah kabar bahwa sang 
laskar telah gugur.

Tak percaya begitu saja akan berita itu, sang 
isteri pun pergi mencari suaminya. Tak 
peduli siang atau malam, ia tetap berjalan, 
mencari dimana suaminya berada. Didalam 
perjalanannya, ketika sang isteri 
beristirahat dibawah sebuah pohon waru 
yang tumbuh dipematang sawah, ia pun 
bersenandung untuk menghibur diri dan 
merenungkan nasibnya :

Ooo, mate colli', mate colli'ni warue
(oh, layulah, telah layu pohon waru)
ritotto' baja-baja alla, ritotto' baja-baja alla
(karena setiap hari dipangkas, setiap 
hari dipangkas)
nariala kembo'ngeng 
(untuk dijadikan penggulung rambut) 
Ooo, macilaka, macilakana kembo'ngeng
(oh, celaka, celakanya penggulung rambut )
nappai ribala-bala alla, nappai ribala-bala
(belum lama rambut ini tertata, 
belum lama tertata) 
namate puangna
(ketika paduka tiada)

Ooo, taroni mate, taroni mate puangna
(oh, biarlah tiada, biarlah paduka tiada)
iyapa upettu rennu alla, iyapa upettu rennu
(saat kutemukan bahagia, saat 
ketemukan bahagia)
kucapu'pi mesa'na
(ketika kuusap batu nisannya)


Bait-bait syair lagu tersebut diatas, dikenal 
dengan Ongkona Arumpone(sekarang judul 
berubah menjadi Ongkona Bone). Tidak 
diketahui siapa yang menciptakan syair-
syair yang juga dilantunkan sebagai lagu 
dengan berbagai variasi, namun ia 
merupakan pesan yang dituturkan secara 
turun-temurun dikalangan masyarakat 
Bugis. Selain dijadikan sebagai lagu 
pengantar tidur, syair tersebut sarat dengan 
makna dan pesan serta merupakan 
ungkapan cipta, rasa dan karsa.

Pada bait-bait lagu menceritakan bahwa 
sang isteri menggulung rambutnya agar 
menjadi indah sebagai hadiah bagi sang 
suami jika kembali dengan selamat dari 
medan pertempuran. Akan tetapi, pohon 
waru menjadi layu dan mati karena setiap 
hari dipangkas untuk dijadikan sebagai 
penggulung rambut, padahal rambutnya 
baru mulai terbentuk. Ini merupakan 
ungkapan kecintaan sang isteri atas 
pengorbanan sang suami yang menjawab 
panggilan tugas demi baktinya kepada Ibu 
Pertiwi. Bahwa setiap perjuangan 
memerlukan pengorbanan baik jiwa, raga, 
dan materi. Membela kepentingan umum 
walau pahit dan getir, lebih mulia 
dibanding kepentingan pribadi.

Pesan lain didalam lagu ini adalah 
janganlah langsung percaya atas berita atau 
informasi yang masih kabur. Matinya 
pohon waru digambarkan sebagai sebuah 
pertanda bahwa sang suami telah gugur 
dalam peperangan. Namun sang isteri tetap 
bersemangat, menanamkan didalam 
hatinya, bahwa sang suami belumlah gugur, 
kecuali bila ia telah memegang dan 
mengusap batu nisannya.



Lirik Lagu Ongkona Bone Dan Sejarah Lagu Ongkona Bone
Lirik Lagu Ongkona Bone Dan Sejarah Lagu Ongkona Bone - written by Yushan , published at February 06, 2016, categorized as Tradisional
Comment disabled
Copyright ©2013 Lagu Bugis Tradisional
Theme designed by Damzaky - Published by Proyek-Template
Powered by Blogger
-->